Peradilan Tata Usaha Negara adalah suatu lingkup peradilan yang menyangkut pejabat-pejabat dan instansi-instansi Tata Usaha Negara, baik yang bersifat perkara pidana, perkara perdata, perkara adat, maupun perkara administrasi murni. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang keduanya berada dibawah pengawasan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. 2. Pengadilan Tata Usaha Negara a. Tempat Keuddukan dan Daerah Hukum. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten dengan daerah hukumnya meliputi kotamadya atau kabupaten tersebut. Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi, Pengadilan ini merupakan pengadilan tingkat banding terhadap sengketa tata usaha negara. b. Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Di dalam pasal 47 jo pasal 50 undang-undang PTUN disebutkan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama. Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan pengadilan tingkat banding, sudah barang tentu mempunyai kewenangan memberikan dan memutus sengketa di tingkat banding. Berdasarkan pasal 51 undang-undang PTUN dapat disimpulkan bahwa kewenangan dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, adalah a. Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding; b. Betugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan TUN di dalam daerah hukumnya. c. Betugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 UU PTUN. c. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Di dalam pasal 11 undang-undang PTUN, susunan pengadilan Tata Usaha Negara adalah pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Susunan tersebut sama halnya dengan susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Beda dengan susunan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, di Pengadilan TUN tidak ada juru sita. 1. Pimpinan Berdasarkan pasal 11 undang-undang PTUN Nomor 9 tahun 2004 pimpinan PTUN terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, pada dasarnya ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk ketua dan wakil ketua adalah sama dengan Pengadilan-Pengadilan lain terutama Pengadilan Negeri. Begitu pula dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Mengenai pengangkatan dan pemberhentian jabatan ketua dan wakil ketua, baik pengadilan TUN ataupun Pengadilan Tinggi TUN berada di tangan Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Mahkamah Agung. 2. Hakim Anggota Secara umum ketentuan yang berkaitan dengan hakim anggota pada Peradilan Tata Usaha Negara adalah sama dengan Hakim Pengadilan Negeri. Begitu juga halnya dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi dalam pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, pada pokoknya sama dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi di dalam lingkungan peradilan umum. 3. Panitera Pada umumnya susunan kepaniteraan pengadilan TUN adalah sama dengan susunan kepaniteraan di dalam peradilan umum. Sedangkan untuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ketentuan umum mengenai panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tidak jauh berbeda dengan ketentuan umum panitera pada pengadilan tinggi dalam lingkungan Peradilan Umum. 4. Sekretaris Sama halnya dengan lingkungan peradilan lain, sesuai dengan pasal 40 dan 41 undang-undang PTUN, disana ditentukan bahwa jabatan sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dirangkap oleh panitera yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh wakil sekretaris. Mengenai ketentuan umum lainnya tidak jauh berbeda dengan peradilan umum. PERADILAN PERDATA TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PERADILAN PERDATA A. TAHAP ADMINISTRATIF a. Penggugat memasukkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri yang berwenang Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah 1 Pengadilan Negeri dimana terletak tempat diam domisili Tergugat. 2 Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri di tempat diam domisili salah seorang dari Tergugat tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang dan penjamin, maka tuntutan disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu. 3 Apabila Tergugat tidak diketahui tempat domisilinya atau Tergugat tidak dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat. Atau apabila tuntutan tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya barang tersebut terletak. 4 Tuntutan juga dapat dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang telah disepakati oleh pihak Penggugat b. Penggugat membayar biaya perkara, c. Penggugat mendapatkan bukti pembayaran perkara, d. Penggugat menerima nomor perkara roll. Hak dan Kewajiban Tergugat/Penggugat Dalam hal pemahaman bahasa Pasal 120 Bilamana Penggugat buta huruf, maka surat gugatnya yang dapat dimasukannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan itu. Pasal 131 1 Jika kedua belah pihak menghadap, akan tetapi tidak dapat diperdamaikan hal ini mesti disebutkan dalam pemberitahuan pemeriksaan, maka surat yang dimasukkan oleh pihak-pihak dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak paham bahasa yang dipakai dalam surat itu diterjemahkan oleh juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua dalam bahasa dari kedua belah pihak. 2 Sesudah itu maka penggugat dan tergugat didengar kalau perlu memakai seorang juru bahasa. 3 Jika juru bahasa itu bukan berasal dari juru bahasa pengadilan negeri yang sudah disumpah, maka harus disumpah terlebih dahulu di hadapan ketua. Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi juru bahasa. Dalam hal gugatan balik Pasal 132 a 1 Tergugat berhak dalam tiap-tiap perkara memasukkan gugatan melawan/gugat balik, kecuali 1e. kalau penggugat memajukan gugatan karena suatu sifat, sedang gugatan melawan itu akan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya; 2e. kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak memeriksa gugatan melawan itu berhubung dengan pokok perselisihan 3e. dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan. 2 Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimajukan gugat melawan, maka dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan itu. Dalam hal kewenangan Pengadilan Pasal 134 Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu dapat diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakimpun wajib mengakuinya karena jabatannya. Dalam hal pembuktian Pasal 137 Pihak-pihak dapat menuntut melihat surat-surat keterangan lawannya dan sebaliknya surat mana diserahkan kepada hakim untuk keperluan itu. Dalam hal berperkara tanpa biaya Pasal 237 Orang-orang yang demikian, yang sebagai Penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu membayar biaya perkara, dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak berbiaya. Pasal 238 1 Apabila penggugat menghendaki izin itu, maka ia memajukan permintaan untuk itu pada waktu memasukkan surat gugatan atau pada waktu ia memajukan gugatannya dengan lisan, sebagaimana diatur dalam Pasal 118 dan 120. 2 Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu diminta pada waktu itu memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada Pasal 121. 3 Permintaan dalam kedua hal itu harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu, yang diberikan oleh Kepala polisi pada tempat tinggal si pemohon yang berisi keterangan yang menyatakan bahwa benar orang tersebut tidak mampu. Penentuan hari sidang Pasal 122 Ketika menentukan hari persidangan maka ketua menimbang jauh letaknya tempat diam atau tempat tinggal kedua belah pihak daripada tempat pengadilan negeri bersidang, dan dalam surat perintah sedemikian, maka waktu antara memanggil kedua belah pihak dan hari persidangan ditetapkan, kecuali dalam hal yang perlu sekali, tidak boleh kurang dari tiga hari pekerjaan. Kemungkinan- kemungkinan yang dapat terjadi pada sidang pertama hadir, tergugat tidak hadir Pasal 125 1 jikalau si Tergugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tak hadir, kecuali jika tuntutan itu melawan hak atau tidak beralasan. 2.. Penggugat tidak hadir, Tergugat hadir Pasal 124 jikalau si Penggugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya, maka tuntutannya dipandang gugur dan si penggugat dihukum membayar biaya perkara; akan tetapi si penggugat berhak, sesudah membayar biaya tersebut, memasukkan tuntutannya sekali lagi. 3. Kedua belah pihak tidak hadir Ada anggapan bahwa demi kewibawaan badan peradilan serta agar jangan sampai ada perkara yang berlarut-larut dan tidak berketentuan, maka dalam hal ini gugatan perlu dicoret dari daftar dan dianggap tidak pernah ada. 4. Kedua belah pihak hadir. Apabila kedua belah pihak hadir, maka sidang pertama dapat dimulai dengan sebelumnya hakim menganjurkan mengenai adanya perdamaian di antara kedua belah pihak tersebut. Hak dan Kewajiban Hakim Hak Dalam hal pemberian nasehat Pasal 119 Ketua Pengadilan Negeri berkuasa memberi nasehat dan pertolongan kepada Penggugat atau wakilnya tentang hal memasukkan surat gugatnya. Pasal 132 Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukan supaya hukum dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu supaya perkara berjalan dengan baik dan teratur. Dalam hal kewenangan hakim Pasal 159 ayat 4 Hakim berwenang untuk menolak permohonan penundaan sidang dari para pihak, kalau ia beranggapan bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Pasal 175 Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya hakim untuk menentukan harga suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum. Pasal 180 1 Ketua PN dapat memerintahkan supaya suatu keputusan dijalankan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan atau bandingnya, apabila ada surat yang sah, suatu tulisan yang menurut aturan yang berlaku yang dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan yang pasti, demikian juga dikabulkan tuntutan dahulu, terlebih lagi di dalam perselisihan tersebut terdapat hak kepemilikan. 2 Akan tetapi dalam hal menjalankan terlebih dahulu ini, tidak dapat menyebabkan sesorang dapat ditahan. Kewajiban Dalam hal pembuktian Pasal 172 Dalam hal menimbang harga kesaksian, hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi; cocoknya kesaksian yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperselsiihkan; tentang sebab-sebab yang mungkin ada pada saksi itu untuk menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang perkelakuan adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan saksi-saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak. Pasal 176 Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas untuk menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan masksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti dengan kenyataan yang dusta. Dalam hal menjatuhkan putusan Pasal 178 1 Hakim karena jabatannya, pada waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. 2 Hakim wajib mengadili atas seluruh bagian gugatan. 3 Ia tidak diijinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari yang digugat. Dalam hal pemeriksaan perkara di muka pengadilan Pasal 372 1 Ketua-ketua majelis pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan dalam persidangan dan pemusyawaratan. 2 Dipikulkan juga pada mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban baik dalam persidangan; segala sesuatu yang diperintahkan untuk keperluan itu, harus dilakukan dengan segera dan seksama. UU No. 14 Tahun 1970 Tugas Hakim Pasal 2 ayat 1 Tugas pokok daripada hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Pasal 5 ayat 2 Dalam perkara perdata hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Pasal 14 ayat 1 Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan ia wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Upaya Hukum Sifat dan berlakunya upaya hukum berbeda tergantung apakah merupakan upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa. Hukum Biasa Upaya hukum ini pada azasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh UU. Upaya hukum ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya hukum biasa ini terbagi dalam a. Perlawanan; yaitu upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat. Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang dikalahkan. Bagi penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan tersedia upaya hukum banding. b. Banding; yaitu pengajuan perkara kepada pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan. c. Prorogasi; yaitu mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan kedua belah pihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang lebih tinggi. d. Kasasi; yaitu tindakan MA untuk menegakkan dan membetulkan hukum, jika hukum ditentang oleh putusan-putusan hakim pada tingkatan tertinggi. Alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah 1. Tidak berwenang atau emlampaui batas wewenang, 2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, 3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. 2. Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali; yaitu peninjauan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dengan syarat terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh UU. Derdenverzet atau Perlawanan Pihak Ketiga; yaitu perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap putusan yang merugikan pihaknya. Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa. Apabila perlawanannya itu dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketigaBottom of Form                                                                                                                                          Asas dalam Hukum Acara PTUN “Asas praduga rechtmatig benar menurut hukum, presumptio iustea causa, asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum benar sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat Pasal 67 ayat 1 UU tahun 1986; “Asas pembuktian bebas”. Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW lihat Pasal 101, dibatasi ketentun Pasal 100; ”Asas keaktifan hakim dominus litis”. Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang lihat Pasal 58, 63, ayat 1 dan 2, Pasal 80 dan Pasal 85 ”Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat erga omnes”. Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa; dan asas-asas peradilan lainnya, mislny asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, obyektif. “Asas para pihak harus didengar audi et alteram partem”, para pihak mempunyai kedudukan yang sama; “Asas kesatuan beracara” dalam perkara yang sejenis; “Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas” Pasal 24 UUD 1945 1 UU No. 4 2004; “Asas sidang terbuka untuk umum”~putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum Pasal 70 UU PTUN; “Asas pengadilan berjenjang” tingkat pertama PTUN, banding PT TUN, dan Kasasi MA, dimungkinkan pula PK MA; “Asas pengadilan sebagai upaya terakhir ultimum remidium”, sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi musyawarah mufakat, jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan Pasal 48 UU PTUN; “Asas obyektivitas”, lihat Pasal 78 dan 79 UU PTUN. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
SEJARAHPENGADILAN. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya merupakan salah-satu dari lima PTUN perintis di Indonesia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1990 tanggal 30 Oktober 1990 tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang.
Konsekuensi dari ditetapkannya negara Indonesia sebagai negara hukum adalah bahwa segala kehidupan kenegaraan selalu berdasarkan kepada hukum. Untuk menjaga dan mengawasi bahwa hukum itu berjalan sebagaimana mestinya, maka dibutuhkan sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Sistem hukum di Indonesia dibuat agar hukum berlaku secara efektif, mengurangi pelanggaran-pelanggaran, serta untuk menegakkan keadilan. Seperti apa makna dan karakteristik hukum yang ditegakkan di Indonesia? Berikut adalah pemaparannya. Makna dan Karakteristik Hukum Seorang filsuf pernah mengatakan bahwa hukum ibarat pagar di kebun binatang. Berkat pagar, orang berani berkunjung ke sana untuk menghampiri binatang buas sekalipun. Para pengunjung dapat menikmati kehidupan binatang dengan aman karena ada pagar yang membatasi mereka dengan binatang buas. Intinya, hukum dapat diibaratkan sebagai pagar pembatas, agar kehidupan manusia aman dan damai. Tanpa adanya hukum di negara, maka kesemrawutan akan terjadi dalam segala hal, mulai dari kehidupan pribadi sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun apa sebetulnya pengertian atau definisi dari hukum itu sendiri? Untuk merumuskan pengertian hukum tidaklah mudah, karena hukum itu meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu pengertian tidak mungkin mencakup keseluruhan segi dan bentuk hukum. Selain itu, setiap orang atau ahli akan memberikan arti yang berlainan sesuai dengan sudut pandang masing-masing mengenai hukum. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Apeldorn dalam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 78 bahwa “definisi hukum itu sangat sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai kenyataan”. Meskipun sulit untuk merumuskan hukum, namun kita dapat memastikan beberapa hal yang pasti dimiliki oleh hukum. Hal itu meliputi unsur dan karakteristik hukum. Unsur Hukum Di dalam hukum, setidaknya kita dapat memastikan bahwa terdapat beberapa unsur pembentuk yang menjadikan sesuatu sebagai hukum. Unsur-unsur hukum tersebut antara lain adalah sebagai berikut. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib. Peraturan itu bersifat memaksa. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. Karakteristik Hukum Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah adanya perintah dan larangan. Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang. Hukum berlaku di masyarakat dan ditaati oleh masyarakat karena hukum memiliki sifat memaksa dan mengatur. Tugas Hukum Hukum dapat memaksa seseorang untuk menaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak menaatinya akan diberikan sanksi yang tegas. Dengan demikian, suatu ketentuan hukum mempunyai tugas berikut. Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat. Menjamin ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian, dan kebenaran. Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan “main hakim sendiri” dalam pergaulan masyarakat. Pengertian Hukum Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat disebut hukum apabila mengandung unsur-unsur peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat; peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib; peraturan itu bersifat memaksa; dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas, dengan karakteristik adanya perintah dan larangan, serta perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang. Dapat disimpulkan pula bahwa hukum adalah suatu peraturan dan larangan yang ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib dan ditujukkan untuk menjaga ketertiban, kebahagiaan, kedamaian, dan nilai-nilai positif lainnya dalam kehidupan dengan cara menegakkan keadilan seadil mungkin. Penggolongan Hukum Hukum mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan aspek kehidupan manusia sangatlah luas. Hal itu menyebabkan cakupan hukum pun amatlah luas. Untuk itu, perlu dilakukan penggolongan atau klasifikasi yang dapat berdasarkan pada sumber, tempat berlaku, bentuk, waktu berlaku, wujud, dan isinya. Berikut adalah pemaparan dan penjelasan klasifikasi hukum berdasarkan keputusan ilmu hukum. Penggolongan Hukum Berdasarkan Sumbernya Penggolongan hukum berdasarkan sumbernya adalah sebagai berikut. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam aturan-aturan kebiasaan. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antarnegara traktat. Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim. Penggolongan Hukum Berdasarkan Tempat Berlakunya Hukum berdasarkan tempat berlakunya dapat digolongkan menjadi sebagai berikut ini. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu. Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antarnegara dalam dunia internasional. Hukum internasional berlakunya secara universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negara-negara yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional traktat. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain. Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya. Penggolongan Hukum Berdasarkan Bentuknya Hukum berdasarkan bentuknya terdiri dari sebagai berikut. Hukum tertulis, yang dibedakan atas dua macam, yakni a Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan, contohnya KUH Pidana, KUH Perdata, dan KUH Dagang; b Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan, dengan contoh undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan presiden. Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat serta dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal, tetapi lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat itu sendiri. Hukum Berdasarkan Waktu Berlakunya Penggolongan hukum berdasarkan waktu berlakunya adalah sebagai berikut. Ius Constitutum hukum positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Misalnya, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Ius Constituendum hukum negatif, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya, rancangan undang-undang RUU. Hukum Berdasarkan Cara Mempertahankannya Berdasarkan cara mempertahankannya, hukum dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut. Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan. Misalnya, hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang, dsb. Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum material. Misalnya, Hukum Acara Pidana KUHAP, Hukum Acara Perdata, dsb. Penggolongan Hukum Berdasarkan Sifatnya Berdasarkan sifatnya, hukum dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya, melakukan pembunuhan maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antarindividu yang baru berlaku apabila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh hukum undang-undang. Misalnya, ketentuan dalam pewarisan ab-intesto pewarisan berdasarkan undang-undang, baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat testamen. Hukum Berdasarkan Wujudnya Penggolongan hukum menurut wujudnya adalah sebagai berikut. Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan kata lain, hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak. Hukum Berdasarkan Isinya Pembagian hukum berdasarkan isinya adalah sebagai berikut. Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan individu warga negara, menyangkut kepentingan umum publik. Hukum publik terbagi atas a Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi; b Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan bagian-bagiannya; c Hukum Tata Usaha Negara administratif, yaitu mengatur tugas kewajiban pejabat negara; d Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dsb. Hukum privat sipil, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain, termasuk negara sebagai pribadi. Hukum privat terbagi atas a Hukum Perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan antarindividu secara umum, contonya hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan; b Hukum Perniagaan dagang, yaitu hukum yang mengatur hubungan antarindividu dalam perdagangan, dengab contoh hukum tentang jual beli, hutang piutang, pendirian perusahaan dagang, dsb. Tujuan Hukum Berbagai ahli di bidang ilmu hukum mengemukakan pandangan yang berbeda mengenai tujuan hukum. Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum dikenal tiga jenis aliran konvensional tentang tujuan hukum, yaitu sebagai berikut. Aliran Etis, yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah mencapai keadilan. Aliran utilitis, yang menganggap bahwa asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga. Aliran yuridis formal, yang menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk kepastian hukum. Selanjutnya menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto Tujuan hukum adalah kedamaian hidup manusia yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi yang berarti, sehingga setidaknya hukum akan bertujuan mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi masyarakat; menciptakan keadilan dan ketertiban; menciptakan pergaulan hidup antar anggota masyarakat; memberi petunjuk dalam pergaulan masyarakat. Tata Hukum Indonesia Sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tata hukum sendiri. Tata hukum suatu negara mencerminkan kondisi objektif dari negara yang bersangkutan sehingga tata hukum suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Tata hukum merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku di suatu negara pada saat sekarang. Tujuan tata hukum adalah untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat suatu negara sehingga dapat dicapai ketertiban di negara tersebut. Tata hukum Indonesia merupakan keseluruhan peraturan hukum yang diciptakan oleh negara dan berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelaksanaan tata hukum tersebut dapat dipaksakan oleh alat-alat negara yang diberi kekuasaan. Tata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia. Oleh karena itu, tata hukum Indonesia baru ada ketika negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataan berikut. Proklamasi Kemerdekaan “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dua hal di atas mengandung arti sebagai berikut. Menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Pada saat itu juga menetapkan tata hukum Indonesia. Di dalam UndangUndang Dasar itulah tercantum tata hukum Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya memuat ketentuan dasar dan merupakan rangka dari tata hukum Indonesia. Masih banyak ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan lebih lanjut dalam undang-undang organik. Oleh karena itu, sampai sekarang masih terdapat ketentuan hukum yang merupakan produk hukum kolonial, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sistem Peradilan di Indonesia Sistem petilan di Indonesia disokong oleh beberapa lembaga peradilan. Lembaga peradilan ini akan melaksanakan berbagai ketentuan hukum yang telah ditentukan. Berikut adalah berbagai pemaparan yang membahas sistem peradilan di Indonesia. Makna Lembaga Peradilan Lembaga peradilan adalah wahana bagi setiap rakyat yang mencari keadilan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Lembaga peradilan akan melibatkan salah satu konsep kekuasaan negara. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung. Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, badan peradilan militer, peradilan tata usaha negara, serta sebuah Mahkamah Konstitusi. Lembaga-lembaga tersebut berperan sebagai penegak keadilan dan dibersihkan dari setiap intervensi/campur tangan, baik dari lembaga legislatif, eksekutif maupun lembaga lainnya. Proses Peradilan Proses peradilan dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Peradilan adalah pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang diselesaikan. Sementara itu, pengadilan menunjuk pada tempat untuk mengadili perkara atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan hukum. Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang. Selain itu, pengadilan juga wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk. Sementara itu, lembaga peradilan nasional sama artinya dengan pengadilan negara yaitu lembaga yang dibentuk oleh negara sebagai bagian dari otoritas negara di bidang kekuasaan kehakiman dengan sumber hukumnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam negara. Dasar Hukum Lembaga Peradilan Menurut Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 91 yang menjadi dasar hukum terbentuknya lembaga-lembaga peradilan nasional sebagai berikut. Pancasila terutama sila kelima, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat 2 dan 3 sebagai berikut 1 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; 2 Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Klasifikasi Lembaga Peradilan Dalam pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Dari ketentuan di atas, sesungguhnya badan peradilan nasional dapat diklasifikasikan menjadi mahkamah agung dan mahkamah konstitusi, dengan rincian lembaga peradilan di bawah mahkamah agung yang meliputi Peradilan Umum, yang terdiri atas a Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota; b Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi. Peradilan Agama yang terdiri atas a Pengadilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota; b Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan di ibu kota provinsi. Peradilan Militer, terdiri atas a Pengadilan Militer; b Pengadilan Militer Tinggi; c Pengadilan Militer Utama; d Pengadilan Militer Pertempuran. Peradilan Tata Usaha Negara, yang terdiri atas a Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota; b Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi. Kompetensi Lembaga Peradilan Badan-badan peradilan di atas mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi sebuah lembaga peradilan adalah sebagai berikut. Kompetensi relatif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya untuk mengadili suatu perkara. Misalnya, penyelesaian perkara perceraian bagi penduduk yang beragama Islam maka yang berwenang untuk menyelesaikannya adalah peradilan agama. Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, disidangkan di pengadilan militer. Kompetensi absolut, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan wilayah hukum atau wilayah tugas suatu badan peradilan. Misalnya, pengadilan negeri, wilayah hukumnya hanya meliputi satu kabupaten atau kota dan hanya berwenang menyidangkan perkara hukum yang terjadi di wilayah hukumnya. Perangkat Lembaga Peradilan Terdapat banyak sarana untuk mencari keadilan di Indonesia. Oleh karena itu, terdapat beberapa perangkat lembaga peradilan yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan pencarian keadilan. Berikut adalah pemaparan mengenai perangkat lembaga peradilan. Peradilan Umum Menurut Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Berikut adalah pemaparannya. Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri mempunyai perangkat yang terdiri atas pimpinan yang terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua, hakim yang merupakan pejabat pelaksana kekuasaan kehakiman, panitera yang dibantu oleh wakil panitera, panitera muda, dan panitera muda pengganti, sekretaris, dan juru sita yang dibantu oleh juru sita pengganti. Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat Pengadilan Tinggi terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan Pengadilan Tinggi terdiri atas seorang ketua ketua dan seorang wakil ketua. Hakim anggota anggota Pengadilan Tinggi adalah hakim tinggi. Pengadilan Tinggi dibentuk dengan undang-undang. Peradilan Agama Peradilan agama diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman pada peradilan agama berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Agama Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama dan dibentuk berdasarkan keputusan presiden kepres. Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Pimpinan pengadilan agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Hakim dalam pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh presiden selaku kepala negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung. Ketua dan wakil ketua pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung. Wakil ketua dan hakim pengadilan agama diangkat sumpahnya oleh ketua pengadilan agama. Pengadilan Tinggi Agama Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan pengadilan tinggi agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan tinggi agama adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi agama. Peradilan Militer Peradilan militer diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat yaitu badan di lingkungan TNI yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI. Oditurat terdiri atas oditurat militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran. Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan tata usaha negara diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara. Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Pengadilan tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat pertama. Pengadilan tata usaha negara dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tata usaha negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Pimpinan pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Hakim pengadilan adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua Mahkamah Agung. Wakil ketua dan hakim pengadilan tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tata usaha negara. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Pengadilan tinggi tata usaha negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua pengadilan tinggi tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan ini adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi tata usaha negara. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan dari pasal 24 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 sembilan orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 tiga orang oleh DPR, presiden, dan Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 tujuh anggota hakim konstitusi. Untuk kelancaran tugas Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi. Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 tiga tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara. Tingkatan Lembaga Peradilan Terdapat banyak lembaga-lembaga hukum di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut tentunya tidak semuanya berkedudukan sejajar, akan tetapi ditempatkan secara hierarki bertingkat-tingkat sesuai dengan peran dan fungsinya. Adapun tingkatan lembaga peradilan adalah sebagai berikut. Pengadilan Tingkat Pertama Pengadilan Negeri Pengadilan tingkat pertama mempunyai kekuasaan hukum yang meliputi satu wilayah kabupaten/kota. Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Wewenang pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang, khususnya tentang dua hal berikut. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian tuntutan. Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau tuntutan. Pengadilan Tingkat Kedua Pengadilan tingkat kedua disebut juga pengadilan tinggi yang dibentuk dengan undang-undang. Daerah hukum pengadilan tinggi pada dasarnya meliputi satu provinsi. Pengadilan tingkat kedua berfungsi sebagai berikut. Menjadi pimpinan bagi pengadilan-pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan saksama dan wajar. Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daerah hukumnya. Untuk kepentingan negara dan keadilan, pengadilan tinggi dapat memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. Adapun wewenang pengadilan tingkat kedua adalah sebagai berikut. Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan hakim. Kasasi oleh Mahkamah Agung Mahkamah Agung berkedudukan sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan. Mahkamah Agung merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Agung diatur oleh Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004, perangkat atau kelengkapan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan hakim pengadilan tinggi karena putusan itu salah atau tidak sesuai dengan undang-undang. Hal tersebut dapat terjadi karena alasan berikut. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan. Melampaui batas wewenang. Salah menerapkan atau karena melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Peran Lembaga Peradilan Berikut adalah peran dari masing-masing lembaga peradilan di Indonesia. Lingkungan Peradilan Umum Pengadilan tinggi berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung berperan dalam proses pembinaan lembaga peradilan yang berada di bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam pembinaan, organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan. Dalam pasal 20 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009, disebutkan bahwa Mahkamah Agung mempunyai wewenang berikut. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang, seperti memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi. Lingkungan Peradilan Agama Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilakukan oleh pengadilan agama. Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006, pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan tata usaha negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lingkungan Peradilan Militer Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi pihak-pihak berikut. Anggota TNI. Seseorang yang menurut undang-undang dapat dipersamakan dengan anggota TNI. Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI menurut undang-undang. Seseorang yang tidak termasuk ke dalam angka 1, 2, dan 3, tetapi menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Perundang-undangan harus diadili oleh pengadilan militer. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 empat kewenangan dan 1 satu kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk perkara-perkara berikut. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Memutus pembubaran partai politik. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menampilkan Sikap yang Sesuai dengan Hukum Setiap anggota masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, baik kepentingan yang sama maupun berbeda. Tidak jarang di masyarakat perbedaan kepentingan sering menimbulkan pertentangan yang menyebabkan timbulnya suasana yang tidak tertib dan tidak teratur. Dengan demikian untuk mencegah timbulnya ketidaktertiban dan ketidakteraturan dalam masyarakat diperlukan sikap positif untuk menaati setiap norma atau hukum yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui berbagai sikap dan perilaku yang sesuai dengan hukum. Perilaku yang Sesuai dengan Hukum Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku; mempertahankan tertib hukum yang ada; dan menegakkan kepastian hukum. Ciri-Ciri Perilaku yang Sesuai dengan Hukum Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya seperti disenangi oleh masyarakat pada umumnya; tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain; tidak menyinggung perasaan orang lain; menciptakan keselarasan; mencerminkan sikap sadar hukum; dan mencerminkan kepatuhan terhadap hukum. Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum Beserta Sanksinya Selain mengetahui perilaku yang sesuai dengan hukum yang berlaku, kita juga harus mengetahui perilaku yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, agar kalian kita dapat menghindarinya. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh dua hal yaitu pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan kebutuhan; dan hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan. Macam-Macam Sanksi Sanksi terhadap pelanggaran itu amat banyak ragamnya, misalnya sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi psikologis. Sifat dan jenis sanksi dari setiap norma atau hukum berbeda satu sama lain. Akan tetapi, dari segi tujuannya sama yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Berikut ini sanksi dari norma-norma yang berlaku di masyarakat. No. Norma Pengertian Contoh-Contoh Sanksi 1. Agama Petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusanutusan-Nya Rasul/Nabi yang berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran beribadah tidak berjudi suka beramal Tidak langsung, karena akan diperoleh setelah meninggal dunia pahala atau dosa 2. Kesusilaan Pedoman pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baik-buruknya suatu perbuatan berlaku jujur menghargai orang lain Tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang merasakan merasa bersalah, menyesal, malu, dan sebagainya 3. Kesopanan Pedoman hidup yang timbul dari hasil pergaulan manusia di dalam masyarakat menghormati orang yang lebih tua tidak berkata kasar menerima dengan tangan kanan Tidak tegas, tapi dapat diberikan oleh masyarakat dalam bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan 4. Hukum Pedoman hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berisi perintah dan larangan harus tertib harus sesuai prosedur dilarang mencuri Tegas dan nyata serta mengikat dan memaksa bagi setiap orang tanpa kecuali Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Berdasarkanpembahasan materi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Perangkat lembaga peradilan terdiri atas ; Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Konstitusi. 2. Didalam peradilan umum, terdapat tiga tingkat pengadilan, yaitu : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
Negara hukum mensyaratkan bahwa setiap tindakan atau tindakan yang dilakukan oleh otoritas publik atau pemerintah memiliki hukum atau legalitas yang jelas berdasarkan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Pemerintah harus netral dan tidak memihak, dihadapan semua golongan dalam masyarakat, dan melayani kepentingan umum. Namun dalam praktiknya, istilah-istilah "untuk kepentingan umum", "pembangunan seluruh masyarakat", "negara tidak boleh merugikan warga negaranya" dan frasa serupa muncul berulang kali. pernyataan politik oleh pejabat negara atau pejabat tinggi, digunakan sebagai pembenaran untuk menggunakan kekuasaan negara untuk memaksa seseorang atau sekelompok warga negara untuk menuruti keinginan pemerintah. Untuk mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur, pemerintah harus memiliki sistem hukum untuk menyelesaikan perselisihan dalam masyarakat dan antara masyarakat itu sendiri, masyarakat dengan pemerintah dan badan-badan pemerintah. Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu pengadilan yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Peradilan Tata Usaha Negara berperan mengadili atau menyelesaikan sengketa antara Negara atau Tata Usaha Negara dalam Peradilan Tata Usaha Negara pejabat PTUN yang disahkan pada tahun 1986 dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Tata Usaha Negara adalah Tata Usaha Negara yang mempunyai peran dan tugas dalam menyelesaikan masalah tata usaha negara baik di pusat maupun di daerah, menerima, menyelidiki, mengadili dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara, sehingga PTUN memiliki kompetensi atau tugas baru dalam menyelesaikan sengketa, yaitu. sengketa, dialihkan dalam tata cara pemilihan umum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Pertama, bagaimana peran dan tanggung jawab Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu pada hukum acara PTUN? Kedua, bagaimana pandangan siyasah qadhaiyyah tentang peran dan fungsi PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dan tugas Peradilan Tata Usaha Negara PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu dari segi prosedural Peradilan Tata Usaha Negara dan mempelajari pendapat para siyasah qadhaiyyah tentang peran dan tugas tersebut. . dari pemerintah. ke pengadilan tata usaha negara dalam penyelesaian sengketa Pemilu. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan berbagai literatur, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan menggunakan metode penalaran induktif dan deduktif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut Pertama, peran dan fungsi hukum tata negara dalam menyelesaikan perselisihan atau perbedaan pendapat dalam proses pemilu relatif sama dengan sengketa tata usaha negara pada umumnya, yakni. menyelidiki, mengadili dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara melalui keputusan yang bersifat individual, final dan mengikat yang keputusannya dibuat. memiliki konsekuensi sipil. Kedua, pandangan siyasah qadhaiyyah peradilan terhadap peran dan fungsi PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu datang untuk mengawasi/mengendalikan penguasa dan mengusut tirani penguasa terhadap rakyatnya, termasuk kebijakan prosedural pemilu yang dapat merugikan rakyat atau rakyat. pemilih dan pengadilan tata usaha maupun keputusannya akan melakukan kejahatan, dan tidak ada tirani terhadap hak-hak rakyat. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ISSN 2964-0466 DOI Februari 2023, hlm. 64-70 Link jurnal Page 64 Mengenal Pengadilan Tata Usaha Negara Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik selayar pandang PTUN Melani Safitri1, Arif Wibowo2 Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Pontianak melanisafitri44 aw Sejarah artikel Submit 02 08, 2023 Revision 02 09, 2023 Accept 02 09, 2023 The rule of law requires that every action or action taken by public authorities or the government has a clear law or legality based on both written and unwritten laws. The government must be neutral and impartial, before all groups in society, and serve the public interest. But in practice, the terms "in the public interest", "development of the whole society", "the state must not harm its citizens" and similar phrases appear repeatedly. political statements by state officials or high-ranking officials, used as a justification for using state power to force a person or group of citizens to comply with the wishes of the government. In order to realize a just and prosperous national and state life order, the government must have a legal system to resolve disputes within society and between the people themselves, the people and the government and government agencies. The State Administrative Court is one of the courts formed by the government to resolve state administrative disputes. The State Administrative Court has the role of adjudicating or settling disputes between the State or State Administration in the State Administrative Court of State Administrative Court officials which was ratified in 1986 by Law Number 51 of 2009 which states that State Administration is a State Administration which has roles and duties in resolving state administrative issues both at the central and regional levels, receiving, investigating, adjudicating and resolving state administrative disputes, so that PTUN has new competencies or tasks in resolving disputes, namely. disputes, diverted in the general election procedure. The problems in this study are First, what are the roles and responsibilities of the State Administrative Court PTUN in resolving election disputes in PTUN procedural law? Second, what is the view of siyasa qadhaiyyah regarding the role and function of the State Administrative Court in resolving election disputes? The purpose of this study is to determine the role and duties of the State Administrative Court PTUN in resolving election disputes from a procedural viewpoint of the State Administrative Court and to study the opinions of the siyasa qadhaiyyah regarding these roles and tasks. . from the government. to the state administrative court in the settlement of election disputes. The type of research used in this research is field research using various literature, the data analysis method used in this research is data analysis using qualitative inductive and deductive reasoning methods. Based on the research results, researchers can draw the following conclusions First, the role and function of constitutional law in resolving disputes or differences of opinion in the election process is relatively the same as state administrative disputes in general, namely. investigate, adjudicate and resolve state administrative disputes through individual, final and binding decisions whose decisions are made. have civil consequences. Second, the views of siyasa qadhaiyyah judiciary on the role and function of the Administrative Court in resolving election disputes come to monitor/control the authorities and investigate the tyranny of the rulers against their people, including election procedural policies that can harm the people or the people. voters and administrative courts as well as their decisions will commit crimes, and there is no tyranny over people's rights. Negara hukum mensyaratkan bahwa setiap tindakan atau tindakan yang dilakukan oleh otoritas publik atau pemerintah memiliki hukum atau legalitas yang jelas berdasarkan hukum baik tertulis maupun tidak Keyword State Administrative Court Policy Authority. Kata kunci Pengadilan Tata Usaha Negara Kebijakan Wewenang Link jurnal Page 65 tertulis. Pemerintah harus netral dan tidak memihak, dihadapan semua golongan dalam masyarakat, dan melayani kepentingan umum. Namun dalam praktiknya, istilah-istilah "untuk kepentingan umum", "pembangunan seluruh masyarakat", "negara tidak boleh merugikan warga negaranya" dan frasa serupa muncul berulang kali. pernyataan politik oleh pejabat negara atau pejabat tinggi, digunakan sebagai pembenaran untuk menggunakan kekuasaan negara untuk memaksa seseorang atau sekelompok warga negara untuk menuruti keinginan pemerintah. Untuk mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur, pemerintah harus memiliki sistem hukum untuk menyelesaikan perselisihan dalam masyarakat dan antara masyarakat itu sendiri, masyarakat dengan pemerintah dan badan-badan pemerintah. Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu pengadilan yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Peradilan Tata Usaha Negara berperan mengadili atau menyelesaikan sengketa antara Negara atau Tata Usaha Negara dalam Peradilan Tata Usaha Negara pejabat PTUN yang disahkan pada tahun 1986 dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Tata Usaha Negara adalah Tata Usaha Negara yang mempunyai peran dan tugas dalam menyelesaikan masalah tata usaha negara baik di pusat maupun di daerah, menerima, menyelidiki, mengadili dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara, sehingga PTUN memiliki kompetensi atau tugas baru dalam menyelesaikan sengketa, yaitu. sengketa, dialihkan dalam tata cara pemilihan umum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Pertama, bagaimana peran dan tanggung jawab Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu pada hukum acara PTUN? Kedua, bagaimana pandangan siyasah qadhaiyyah tentang peran dan fungsi PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dan tugas Peradilan Tata Usaha Negara PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu dari segi prosedural Peradilan Tata Usaha Negara dan mempelajari pendapat para siyasah qadhaiyyah tentang peran dan tugas tersebut. . dari pemerintah. ke pengadilan tata usaha negara dalam penyelesaian sengketa Pemilu. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan berbagai literatur, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan menggunakan metode penalaran induktif dan deduktif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut Pertama, peran dan fungsi hukum tata negara dalam menyelesaikan perselisihan atau perbedaan pendapat dalam proses pemilu relatif sama dengan sengketa tata usaha negara pada umumnya, yakni. menyelidiki, mengadili dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara melalui keputusan yang bersifat individual, final dan mengikat yang keputusannya dibuat. memiliki konsekuensi sipil. Kedua, pandangan siyasah qadhaiyyah peradilan terhadap peran dan fungsi PTUN dalam penyelesaian sengketa pemilu datang untuk mengawasi/mengendalikan penguasa dan mengusut tirani penguasa terhadap rakyatnya, termasuk kebijakan prosedural pemilu yang dapat merugikan rakyat atau rakyat. pemilih dan pengadilan tata usaha maupun keputusannya akan melakukan kejahatan, dan tidak ada tirani terhadap hak-hak rakyat. 1. PENDAHULUAN Birokrasi memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai salah satu instrumen penyelenggaraan negara dan berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan di dalamnya. Di Indonesia, masyarakat terus melakukan perubahan melalui berbagai tindakan positif yang konstruktif. Kondisi sosial yang berlaku di Indonesia menganggap bahwa birokrasi pemerintah ditata mendekati apa yang disebut “birokrasi tipe ideal”. Sebagian besar dari kita mungkin setuju bahwa pemerintahan orde lama berhasil meletakkan dasar nasionalisme kerakyatan untuk melawan upaya semua bangsa asing menjajah Indonesia. Dalam birokrasi yang baik, peradilan merupakan unsur penting yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan masyarakat. Link jurnal Page 66 Secara umum, dasar-dasar peradilan di negara ditentukan oleh Konstitusi dan Konstitusi Peradilan. Segala sesuatu yang menyimpang dari Konstitusi dan ditentukan oleh Konstitusi pada dasarnya dilarang dan dilanggar. Menurut Max Weber dalam bukunya Legal and Rational, Mochtar Mas'oed and Collin Mac Andrews, 1989 98-99, birokrasi yang legal dan rasional harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1 pembagian kerja lebih ketat, 2 hierarki wewenang, 3 pengaturan perilaku pejabat birokrasi, 4 kepribadian relasional, 5 keterampilan teknis, dan 6 karier. Dasar hukum undang-undang di Negara Indonesia adalah Pasal 24 UUD 1945, yang berbunyi "Yurisdiksi dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan hukum lainnya." “Susunan dan wewenang badan-badan peradilan itu ditentukan oleh undang-undang.” Penjelasan lebih lanjut Pasal 24 UUD 1945 dapat dilihat dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Hukum Pokok Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970, Edisi 74 yang secara khusus menyebutkan Peradilan Tata Usaha Negara. Pada tahun 1986 diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Hukum Administrasi Boediningsih & Nugroho, 2022, p. 11. Selain itu, untuk melaksanakan hukum administrasi negara, kita dapati dalam salah satu ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR yang merupakan hukum tertinggi pada masa sebelum reformasi, sebagaimana tercatat dalam ketetapan nomor II/MPR/1988 tentang Garis Besar Politik Negara GBHN sebagai dasar dan arah perkembangan dan kebutuhan hukum. Kemudian setelah reformasi diganti dengan UU No 9 Tahun 2004 dan saat ini sedang direvisi kembali menjadi UU No 51 Tahun 2009 yang merupakan perubahan kedua atas UU No 5 Tahun 1986 tentang Administrasi Negara. Pada masa sebelum undang-undang ini, hukum administrasi berada di bawah eksekutif, yaitu. H. Direktorat Jenderal Tata Usaha Negara dan Peradilan Tata Usaha Negara, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sejak 31 Maret 2004, Organisasi, Pengelolaan dan Pembiayaan Tata Usaha Negara. Pengadilan PTUN dialihkan dari Kementerian Kehakiman ke Mahkamah Agung. Dalam pengertian Hukum Tata Negara, yang terdiri dari beberapa istilah, sebagai berikut Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian dari atau memiliki kepemimpinan utama. Oleh karena itu, peran adalah aspek dinamis dari suatu posisi status. Ketika seseorang memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia telah memenuhi kewajibannya. PTUN adalah lembaga peradilan yang berhubungan dan atau bersesuaian dengannya. Tahun 1986. Secara mudah dapat diartikan “Peranan hukum administrasi” adalah sebagai alat kontrol dalam penyelenggaraan negara atau ketatanegaraan dalam menunjang kesejahteraan dan hukum, untuk menunjang kesejahteraan dan hukum, maka alat tersebut harus diberikan dan dibentuk dalam suatu Lembaga yang tegas dan menyeluruh. yang dapat digunakan untuk menegakkan keadilan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Tata Negara Nomor 5 Tahun 1986, yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut Undang-Undang Tata Negara. Saat ini, perlindungan hak-hak sipil atas tindakan penguasa dapat dilakukan dalam 3 badan, sebagai berikut; 1. Badan tata usaha negara yang menjalankan fungsi pemerintahan 2. Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU Peratun No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 mengubah UU Peratun No. 5 Tahun 1986, terakhir diubah dengan UU No. 51 Tahun 2009, yaitu tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Hukum Administrasi Negara. 3. Pengadilan Serikat menurut Pasal 1365 KUH Perdata. mempersembahkan “Pengadilan tata usaha negara pengadilan negara memeriksa hubungan hukum khusus yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas khusus pegawai negeri tata usaha negara” Boediningsih & Nugroho, 2022, p. 11. Jika tata usaha negara atau luasnya pekerjaan dan tugas tata usaha negara dilakukan oleh banyak orang, tidak dipungkiri dan tidak mungkin terjadi tindakan-tindakan negatif, misalnya dalam hal penyalahgunaan wewenang, maka harus dilakukan oleh PTUN. dikalahkan, dan pengadilan administrasi juga diperlukan. Berikut ini adalah sebuah kalimat “Terwujudnya good governance” dengan tujuan sebagai berikut Government atau dalam bahasa Inggris berarti “governance”, yaitu “act, fact, way of governance” berarti perbuatan, fakta dan perbuatan penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian dalam politik pemerintahan adalah pelaksanaan kekuasaan/otoritas dalam bisnis, politik dan administrasi untuk mengatur berbagai urusan negara di semua tingkatan. Jika banyak orang yang melakukan ruang lingkup pekerjaan dan tugas penyelenggaraan negara atau ketatanegaraan, tidak dipungkiri dan tidak mungkin akan terjadi tindakan-tindakan negatif, misalnya dalam hal penyalahgunaan kekuasaan, sehingga perlu adanya negara. . hukum administrasi dan mengatasinya juga pengadilan administrasi untuk mencapai tujuan ini. Kemudian lembaga-lembaga ketatanegaraan berpendapat bahwa pemerintahan yang baik didasarkan pada pertama, orientasi negara yang ideal, bertujuan untuk mencapai tujuan nasional; kedua, pemerintahan yang bekerja secara ideal yaitu efektif dan efisien sesuai dengan tujuan nasional. Selain pengertian good governance di atas, juga diatur dalam Keputusan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, yang mendefinisikan pengertian good governance sebagai berikut “suatu pemerintahan yang melaksanakan dan melaksanakan asas-asas profesionalisme, tanggung jawab, keterbukaan, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan diterima oleh seluruh rakyat” Kemudian dari kalimat “Dalam pengertian Undang-Undang Administrasi Negara” . Hukum administrasi negara pada mulanya berasal dari kata latin administrasi “administrare” yang berarti “memerintah”, turunannya antara lain “administartio” yang berarti “memerintah” atau pemerintahan. Dalam hal ini administrasi menitikberatkan Link jurnal Page 67 pada kegiatan yang berkaitan dengan administrasi publik dalam pemerintahan. Menurut Leonard D. White, administrasi publik mencakup semua kegiatan yang ditujukan untuk pelaksanaan dan penegakan kebijakan publik administrasi publik mencakup semua kegiatan negara yang ditujukan untuk pelaksanaan dan pelaksanaan kebijakan negara. yang didirikan untuk memungkinkan pejabat pemerintah amtsdrager untuk memenuhi tugas khusus mereka. Selain itu, Uthrecht menjelaskan bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tentang penyelenggaraan negara. Bagian lain diatur oleh konstitusi hukum dalam arti sempit, hukum privat, dll. Oleh karena itu, hukum administrasi negara mengandung dua aspek, yaitu pertama, norma hukum yang mengatur bagaimana aparatur negara melaksanakan tugasnya; kedua, rule of law, yang mengatur hubungan hukum antara aparatur penyelenggara negara atau pemerintah dengan warga negaranya rechtbetreeking. Dalam hal ini, kami mempertimbangkan sejauh mana hukum administrasi memenuhi perannya dalam menciptakan pemerintahan yang baik. Berikut ini adalah sebuah kalimat “Terwujudnya good governance” dengan tujuan sebagai berikut Government atau dalam bahasa Inggris berarti “governance”, yaitu “act, fact, way of governance” berarti perbuatan, fakta dan perbuatan penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian dalam politik pemerintahan adalah pelaksanaan kekuasaan/otoritas dalam bisnis, politik dan administrasi untuk mengatur berbagai urusan negara di semua tingkatan. Marbun mencatat bahwa good governance berkaitan dengan good governance karena secara filosofis good governance menghasilkan good governance atau sebaliknya yaitu. tata pemerintahan yang baik merupakan prasyarat bagi proses atau pelaksanaan tata pemerintahan yang baik. Pada kenyataannya, pemerintahan yang baik belum tentu merupakan pemerintahan yang bersih. Tata pemerintahan yang baik meliputi beberapa aspek, yaitu aspek politik, sosial, ekonomi dan aspek kehidupan bernegara lainnya. Pemerintahan yang baik dengan demikian dipahami sebagai proses menjalankan atau mengelola kekuasaan, yang melibatkan pertimbangan politik dan pengaturan sumber daya pembangunan. HA. Muin Fahmal berpendapat bahwa pemerintahan yang baik didasarkan pada dua dua aspek yaitu, pertama, orientasi yang ideal terhadap pencapaian tujuan nasional, kedua, pemerintahan yang bekerja secara ideal, efisien dan efektif untuk mencapai tujuan nasional, yaitu kebersamaan. Menggarisbawahi perlunya tanggung jawab, kompetensi, struktur, dan mekanisme politik dan administrasi bekerja secara efektif dan efisien. Bentuk pengawasan PTUN berubah terkait dengan muatan UU AP Putrijanti et al., 2017, p. 266. 2. METODE Jurnal “Mengetahui penyelenggaraan negara untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dari sudut pandang PTUN” didasarkan pada metode penelitian kepustakaan atau kepustakaan, yaitu “Pengadilan di Indonesia”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan berbagai teori, keteraturan, klaim, prinsip atau ide untuk menganalisis dan memecahkan pertanyaan penelitian yang dirumuskan. Sifat penelitian ini adalah analisis deskriptif; deskripsi deskriptif informasi. diperoleh pemahaman berikut. dan penjelasan agar pembaca dapat memahaminya dengan baik. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengertian Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN Peradilan tata usaha negara yang biasa disingkat peradilan tata usaha negara adalah lembaga peradilan hukum tata usaha negara yang berkedudukan di ibu kota atau ibu kota. Sebagai pengadilan tingkat pertama, PTUN memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Hukum tata negara dibentuk dengan Keputusan Presiden yang daerah hukumnya meliputi kota atau kabupaten. Susunan PTUN terdiri dari presiden ketua PTUN dan wakil ketua PTUN, hakim, magistrate dan panitera. Saat ini terdapat 28 PTUN di Indonesia. UU Peratun 5 Tahun 1986 mengandung pengertian bahwa Peratun merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi para pihak yang berperkara dalam sengketa tata usaha negara. Dengan demikian dapat diketahui bahwa PTUN merupakan lembaga peradilan yang bertugas menyelesaikan persoalan atau sengketa yang berkaitan dengan keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara AHMAD, 2020, p. 41. Peradilan Tata Usaha Negara, atau disingkat PTUN, merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah untuk melaksanakan hak khusus tata usaha negara. Tugas dan wewenang PTUN meliputi segala urusan pemerintahan, urusan dan tata usaha. Dewasa ini, dunia usaha tidak terbatas pada perusahaan kecil, menengah, dan besar, termasuk badan usaha milik negara. Ada banyak jenis perusahaan yang muncul sebagai wujud dari kemajuan teknologi. Misalnya perusahaan start-up, di tahun 1970-an perusahaan seperti itu tidak terbayangkan. Sekarang hampir tidak ada pasar yang menjangkau basis pelanggan lebih luas daripada perusahaan digital. Cakupan kegiatan, tugas dan wewenang lembaga ini harus semakin kaya dan luas sesuai dengan perkembangan zaman. Karena semakin luas jaringan korporasi, semakin besar pula potensi sengketa dalam transaksi negara, Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Tata Usaha Negara adalah pengadilan tingkat pertama yang memutus sengketa yang mempengaruhi kegiatan tata usaha negara. Seperti pengadilan negeri dan agama, mereka ada di tingkat kabupaten atau kota. Jika kasus atau pelanggaran tersebut tidak dapat Link jurnal Page 68 diselesaikan di Pengadilan Negeri, maka akan dirujuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara PTTUN. Fungsi dan wewenang PTUN berada di bawah kendali Mahkamah Agung karena bertanggung jawab atas penyelenggaraan PTUN. Selain PTUN tingkat kota atau administratif dan PTTUN ibu kota provinsi, sengketa antar penyelenggara negara dapat diselesaikan melalui pengadilan khusus. Pengadilan khusus hanya ada di ibu kota negara dan secara khusus menangani masalah pajak “Tugas, Wewenang PTUN, Dan Dasar Hukumnya,” 2021. Dari tata usaha negara diketahui bahwa PTUN terdiri dari direktur, hakim, pejabat dan sekretaris. Peraturan ini sama dengan Peraturan Peradilan Tata Usaha Negara. Bertentangan dengan perintah pengadilan negeri dan pengadilan agama, pengadilan TUN tidak memiliki juru sita. B. Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara PTUN Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentan Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Pasal 10 menentukan adanya 4 empatlingkungan peradilan, yaitu a. Peradilan Umum b. Peradilan Agama c. Peradilan Militer d. Peradilan Tata Usaha Negara Setiap lembaga peradilan diberi wewenang untuk memasukkan badan peradilan tingkat I dan tingkat II, yang semuanya melapor ke Mahkamah Agung. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, maka diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Tata Negara pada tanggal 29 Desember 1986 setelah melalui proses yang panjang, setelah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tidak berlaku selama 5 bertahun-tahun. setelah ditetapkan baru berlaku setelah dikeluarkannya Keputusan Pemerintah Nomor 7 tentang Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada tanggal 14 Januari 1991. Tahun 1986 mengatur antara lain tentang yurisdiksi peradilan tata usaha negara. , hukum acara yang digunakan dalam persidangan sebelumnya di tingkat banding. Sedangkan upaya kasasi dan banding diatur dalam UU MA No. 14 Tahun 1985. Beberapa ketentuan lain melengkapi UU No. 5 tentang Pelaksanaannya di Peradilan Tata Usaha Negara, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1129 / tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Kerugian dan Tata Cara Pelaksanaannya di Pengadilan Negeri Peradilan Tata Usaha Negara, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1129/ tentang Tata Cara Pembayaran Kompensasi Yang Harus Dibayar Untuk Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara. SEMA No. 1 Tahun 1991 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Hukum Administrasi, Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Agung No. 5. 051/Td. DO/III/1992. MA Juklak TUN/III/1992 dan lain-lain AHMAD, 2020, p. 43. UU No 51 Tahun 2009 menjadi dasar lahirnya hukum administrasi negara. Undang-undang ini bersumber dari UU No 5 Tahun 1986 yang diubah menjadi UU No 9 Tahun 2004 sebelum diubah pada tahun 2009. Kemudian mengacu pada Keputusan Pemerintah PP No 41 Tahun 1991. Pasal 242 UUD 1945 menetapkan bahwa Mahkamah Agung dan perangkat peradilan di bawahnya menjalankan kekuasaan kehakiman dalam lingkungan hukum umum, lingkungan hukum agama, dan lingkungan peradilan militer. hukum administrasi negara dan Mahkamah Konstitusi. Lembaga lain yang tugasnya berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan diatur dengan undang-undang. Peradilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang berada di bawah Mahkamah Agung. Diatur dengan UU No. 5 Tahun 1986, diperbaharui dengan UU No. 9 Tahun 2004. Alasan dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah karena dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dan kehidupan ketatanegaraan masyarakat menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan karena kontrol peradilan Independen. dan mempertahankan hukum dan keadilan AHMAD, 2020, p. 44. C. Fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN Untuk tugas pokok dan wewenang tersebut, PTUN mempunyai tugas sebagai berikut 1. Pemberian pelayanan teknis hukum dan administrasi untuk perkara tingkat pertama dan pelaksanaan putusan filling. 2. Pemberian pelayanan di bidang banding, kasasi dan banding serta administrasi hukum lainnya. 3. Penyediaan layanan administrasi umum untuk semua badan hukum administrasi layanan umum, manusia dan keuangan kecuali biaya pengadilan. 4. Penyampaian informasi, pendapat dan nasihat tentang peraturan perundang-undangan tata usaha negara kepada pihak berwenang di bawah yurisdiksinya, jika sesuai dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 5. Melakukan tugas layanan lain seperti layanan penelitian / penelitian, dan lain-lain AHMAD, 2020, p. 44. Link jurnal Page 69 Tujuan dan tugas PTUN sesuai dengan isi pasal 47 undang-undang tersebut. 5 Tahun 1986 dan tujuan pendiriannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang berperkara yang dirugikan akibat dikeluarkannya suatu tertib administrasi oleh pemerintah. Tugas pengadilan sebagai organ atau lembaga dan peradilan sebagai proses saling terkait, tegas Bagir Manan, yang mencatat bahwa persoalan ini dapat dilihat dari beberapa sudut Putrijanti et al., 2017, p. 267. 1. Mengenai tujuan negara antara lain memajukan kesejahteraan umum melalui kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan ini mengacu pada pengadilan dan peradilan sebagai lembaga yang menjalankan fungsi negara. 2. Mengenai tercapainya tujuan hukum yaitu keadilan, ketertiban, kepuasan para pihak yang berperkara dan lain-lain. Tugas ini merupakan tugas tradisional pengadilan dan kehakiman, dan sangat sulit dilakukan. Tujuan hukum tidak selalu seimbang, ada beberapa hal yang saling bertentangan. Harus ada keseimbangan dalam melakukan atau mencapai hal-hal tersebut. 3. Terkait penegakan hukum. Hakikat penegakan adalah penegakan dan pembelaan hukum, dalam hal ini pengadilan harus memutuskan berdasarkan undang-undang. PTUN menjalankan fungsi hukum, terutama mengenai pentingnya asas legalitas yang mendasari pemeriksaan sengketa. Penyidikan perkara yang dipersengketakan semata-mata berdasarkan kewenangan pejabat atau badan tata usaha negara dan prosedur kepolisian dalam pengambilan keputusan tata usaha negara. Dalam negara hukum, asas legalitas merupakan dasar penyelenggaraan negara, yang memberikan kekuasaan untuk mengatur negara. Tugas dan wewenang PTUN serta landasan hukumnya tertuang dalam undang-undang. Secara umum, perkara dan perkara sengketa tata usaha negara tidak jauh berbeda dengan pengadilan tingkat pertama. Artinya, PTUN tingkat pertama ini dipercayakan untuk menerima, menyelidiki, mengadili dan menyelesaikan sengketa yang timbul dalam tata usaha negara di tingkat kota/pemerintahan. Ketentuan mengenai tugas dan kewajiban PTUN sebagai pengadilan tingkat pertama adalah Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Sesuai dengan tugas tersebut, berarti PTUN dapat melaksanakan fungsi yudisial, pengelolaan, pengelolaan barang, pengawasan intern, pelaporan hasil evaluasi, dan pembinaan. Menurut amandemen tersebut, tugas kehakiman yang dijalankan oleh PTUN sebelum berlakunya UU AP sesuai dengan isi pasal 24 UUD 1945. Di sisi lain, tugas PT UN tidak hanya sebagai Hukum. No. 5 Tahun 1986, tetapi juga termasuk Tujuan yang ingin dicapai untuk keadilan dan kepatuhan terhadap hukum dan perlindungan hak-hak sipil. Fungsi kontrol yang dilakukan oleh PTUN memiliki karakteristik dan unsur yang berbeda-beda, meskipun menurut good governance sebenarnya juga harus dilihat dalam konteks umum pengawasan penyelenggaraan negara. Hukum administrasi dikendalikan oleh kontrol legalitas, yang meliputi kewenangan, tata cara dan isi keputusan administrasi negara, penerapan hukum dan pelaksanaan keputusan yang mengikat secara permanen. Proses kontrol peradilan untuk menjaga keharmonisan dan keseimbangan kepentingan antara warga negara, negara dan individu. Berdasarkan penelitian, tugas pengawasan sudah dilakukan sejak pengaduan diajukan ke PTUN. Dalam praktiknya, tugas pengawasan berjalan beriringan dengan kerja kejaksaan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut Pengadilan memulai penyelidikan pengaduan, mis. H. pembatalan keputusan tata usaha negara. Ini juga memenuhi tugas kontrol untuk memeriksa persyaratan kualifikasi formal dan substantif. Majelis Yudisial mengkaji penerapan undang-undang dan mengkaji proses pengambilan keputusan penyelenggaraan negara, juga sebagai tugas pengawasan Putrijanti et al., 2017, p. 267. 4. KESIMPULAN Sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia berusaha menyelenggarakan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Menghadapi masyarakat yang beragam, dinamis dengan permasalahannya masing-masing dan berbeda-beda, maka pemerintah perlu menyatukan pemerintahan dan meningkatkan pelayanan administrasi khususnya di bidang administrasi. Ketika persoalan yang dihadapi masyarakat menjadi kompleks, pemerintah membentuk pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapi masyarakat. Peradilan merupakan saluran dalam kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan negara. Ada beberapa penjelasan mengapa PTUN merupakan badan peradilan yang menyelesaikan sengketa tata usaha negara dan tata usaha negara antara badan hukum perdata dengan orang lain menurut hukum perdata. Link jurnal Page 70 REFERENSI Ahmad, S. 2020. Analisis Siyasah Qadhaiyyah Terhadap Peran Dan Fungsi Lembaga Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Mengadili Sengketa PEMILU. Boediningsih, W., & Nugroho, R. W. 2022. Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mendukung Pemerintahan yang Baik. Journal Transformation Of Mandalika JTM e-ISSN 2745-5882 p-ISSN 2962-2956, 21, 9–14. Putrijanti, A., Leonard, L. T., & Utama, K. W. 2017. Model Fungsi Pengawasan Oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Sebagai Upaya Menuju Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 292, 263–275. Tugas, Wewenang PTUN, dan Dasar Hukumnya. 2021, February 19. Pengacara Jakarta. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this PutrijantiABSTRACT Administrative Court is one of the implementation of judiciary system in Indonesia. Act No. 30 Year 2014 about Government Administration is the material law to administrative procedural law and as a legal basic for government to implement their duties . Based on the administration case showed while implemented their duty there were mistakes and needs to be repaired. The aims of this research are to know the Administrative Court’s function in governance, the relationship between court’s verdict and good governance, and to develop the monitoring model by the research is use empirical juridis method by combine the data and novelty is to know the monitoring model by Administrative Court against government’s decree based on the Act No 30 Year 2014 of Governance Administration. Intisari Pengadilan Tata Usaha Negara adalah pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia. Disahkannya UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagai sumber hukum materiil terhadap hukum acara peradilan tata usaha negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pengawasan oleh PTUN dalam pengembangan kualitas tata kelola pemerintahan, hubungan putusan terhadap tata kelola pemerintahan serta mengembangkan model fungsi pengawasan. Keterbaruan adalah model pengawasan oleh PTUN setelah disahkannya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terhadap tindakan hukum Pemerintah. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, wawancara Hakim serta pengujian berdasar peraturan perundangan dan asas Siyasah Qadhaiyyah Terhadap Peran Dan Fungsi Lembaga Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Mengadili Sengketa PEMILUS AhmadAhmad, S. 2020. Analisis Siyasah Qadhaiyyah Terhadap Peran Dan Fungsi Lembaga Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Mengadili Sengketa Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mendukung Pemerintahan yang BaikW BoediningsihR W NugrohoBoediningsih, W., & Nugroho, R. W. 2022. Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mendukung Pemerintahan yang Baik. Journal Transformation Of Mandalika JTM e-ISSN 2745-5882 p-ISSN 2962-2956, 21, 9-14.
Secaraumum, Peradilan Tata Usaha Negara atau PERATUN merupakan lingkungan peradilan dibentuk dengan tanda disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 19. Peradilan tata usaha negara menjadi lembaga hukum di bawah Mahkamah Agung (MA) yang membantu menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara (TUN).